James Sidis terlahir dengan nama lengkap William
James Sidis pada tanggal 1 april
1898 Di Amerika Serikat, James Sidis merupakan manusia paling
jenius yang pernah ada di muka bumi dengan IQ
(tingkat Kecerdasan) di atas 250-300. Kejeniusannya mengalahkan Da Vinci, Einstein, Newton dan ilmuwan lainnya. Nama James Sidis nyaris luput dari hingar bingar
pemberitaan tentang para jenius di jagat ilmu pengetahuan.
Keajaiban Sidis diawali ketika dia bisa makan sendiri dengan menggunakan
sendok pada usia 8 bulan. Pada usia
belum genap 2 tahun, Sidis sudah menjadikan New York Times sebagai teman sarapan paginya. Semenjak saat itu
namanya menjadi langganan headline surat kabar. menulis beberapa buku sebelum
berusia 8 tahun, diantaranya tentang anatomy dan astronomy. Pada usia 11 tahun
Sidis diterima di Universitas Harvard sebagai
murid termuda. Harvardpun kemudian terpesona dengan kejeniusannya ketika Sidis
memberikan ceramah tentang Jasad Empat
Dimensi di depan para professor
matematika.
James Sidis lulus cumlaude sebagai sarjana matematika di usia 16. Selanjutnya Ia melanjutkan kuliahnya namun sempat tersendat karena dibully oleh sekelompok mahasiswa yang tidak menyukainya. Di usia 17 Sidis menerima tawaran sebagai asisten dosen sambil melanjutkan ke program doktor namun sayang Ia tidak menyelesaikan studinya dengan alasan merasa frustasi oleh sistem pembelajaran dan perlakuan kakak kelasnya. Saat itu Ia sempat mengeluh, “ Aku tidak tahu kenapa mereka memberiku pekerjaan ini dan menempatkanku sebagai orang spesial, aku sebenarnya tidak layak sebagai dosen. “
Lebih dasyat lagi, Sidis mengerti 200
jenis bahasa di dunia dan bisa menerjamahkannya dengan amat cepat dan mudah. Ia
bisa mempelajari sebuah bahasa secara keseluruhan dalam sehari !!!!
Keberhasilan William Sidis adalah
keberhasilan sang Ayah, Boris Sidis yang
seorang Psikolog handal berdarah Yahudi. Boris sendiri juga seorang lulusan
Harvard, murid psikolog ternama William
James (Demikian ia kemudian memberi nama pada anaknya) Boris memang
menjadikan anaknya sebagai contoh untuk sebuah model pendidikan baru sekaligus
menyerang sistem pendidikan konvensional yang dituduhnya telah menjadi biang
keladi kejahatan, kriminalitas dan penyakit.
Di tahun 1919, Sidis ditangkap dan ditahan selama 18
bulan karena keterlibatannya dalam demo Socialist
May Day di Boston. Saat itu Ia membuat pernyataan menentang wajib militer
pada perang Dunia I. Penangkapannya itu sempat menghebohkan media masa
sebagaimana saat Ia mengawali kiprahnya sebagai bocah jenius. Sejak keluar dari
penjara, Sidis kemudian menghilang bak ditelan bumi dan setelah sekian lama
jejaknya terendus oleh seorang reporter yang bertemu dengan seorang pemulung
besi tua nan papa, ternyata dialah ‘ William
James Sidis. ‘
Siapa yang sangka William Sidis kemudian meninggal pada usia yang tergolong muda, 46 tahun - sebuah saat dimana semestinya seorang ilmuwan berada dalam masa produktifnya. Sidis meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Ironis. Orang kemudian menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia. Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa tahun sebelum ia meninggal, Sidis memang sempat mengatakan kepada pers bahwa ia membenci matematika - sesuatu yang selama ini telah melambungkan namanya.
Dalam kehidupan sosial, Sidis hanya sedikit memiliki teman. Bahkan ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus. Tidak juga pernah memiliki seorang pacar ataupun istri. Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan keluarganya, mengembara dalam kerahasiaan, bekerja dengan gaji seadanya, mengasingkan diri. Ia berlari jauh dari kejayaan masa kecilnya yang sebenarnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain. Namun, kesadaran memang sering datang terlambat.
Siapa yang sangka William Sidis kemudian meninggal pada usia yang tergolong muda, 46 tahun - sebuah saat dimana semestinya seorang ilmuwan berada dalam masa produktifnya. Sidis meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Ironis. Orang kemudian menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia. Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa tahun sebelum ia meninggal, Sidis memang sempat mengatakan kepada pers bahwa ia membenci matematika - sesuatu yang selama ini telah melambungkan namanya.
Dalam kehidupan sosial, Sidis hanya sedikit memiliki teman. Bahkan ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus. Tidak juga pernah memiliki seorang pacar ataupun istri. Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan keluarganya, mengembara dalam kerahasiaan, bekerja dengan gaji seadanya, mengasingkan diri. Ia berlari jauh dari kejayaan masa kecilnya yang sebenarnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain. Namun, kesadaran memang sering datang terlambat.
Mengharukan memang usaha Sidis. Ada keinginan kuat untuk lari
dari pengaruh sang Ayah, untuk menjadi diri sendiri. Walau untuk itu Sidis
tidak kuasa. Pers dan publik terlanjur menjadikan Sidis sebagai sebuah berita.
Kemanapun Sidis bersembunyi, pers pasti bisa mencium. Sidis tidak bisa
melepaskan pengaruh sang ayah begitu saja. Sudah terlanjur tertanam sebagai
sebuah bom waktu, yang kemudian meledakkan dirinya sendiri.
Referensi :
- http://cyberblogcrew.blogspot.com/2011/06/kisah-tragis-sang-jenius-william-james.html
- http://www.taukahkalian.com/2011/03/william-james-sidis-adalah-manusia.html
- http://cyberblogcrew.blogspot.com/2011/06/kisah-tragis-sang-jenius-william-james.html
- http://www.taukahkalian.com/2011/03/william-james-sidis-adalah-manusia.html