Karya Grimms Brothers.
Jaman
dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu. Dia memiliki
seorang putri yang sangat menawan. Kita sebut saja putri Anne. Sebagai
seorang putri, sejak kecil putri Anne sudah ditunangkan dengan pangeran dari
kerajaan tetangga, pangeran Henry. Ketika tiba saatnya mereka harus menikah,
seluruh kerajaan sibuk mempersiapkan keberangkatan putri Anne. Karena
perjalanan ke kerajaan pangeran Henry cukup jauh, maka ratu mempersiapkan
perbekalan yang cukup untuk putri semata wayangnya. Tidak ketinggalan
barang-barang mewah seperti vas-vas dan pernik-pernik yang terbuat dari emas
dan perak, gelas-gelas kristal dan perhiasan untuk dibawa sebagai lambang
kebesaran.
Ratu
memilih Aline seorang pelayan kepercayaannya yang akan menjaga dan merawat putri
Anne selama perjalanan dan mengantarkannya dengan selamat. Ratu juga
memilihkan kuda terbaik untuk menjadi tunggangan putri Anne. Falada, kuda
kesayangan ratu, bukan kuda sembarangan. Dia sangat setia dan bisa berbicara,
itulah sebabnya ratu memilihnya untuk membawa sang putri. Tibalah saat
keberangkatan. Ratu memanggil putri Anne untuk menghadap. Dia mengeluarkan
sebilah pisau kecil dan mengiris jarinya. Kemudian meneteskan tiga tetes
darahnya ke sebuah sapu tangan putih dan memberikannya kepada putrinya.
"Anakku!" kata ratu, "jaga sapu tangan ini baik-baik, jangan sampai hilang atau tercecer. Ini akan menjagamu selama perjalanan."
Maka
diiringi tatapan sedih sang ratu, putri Anne dan pelayannya Aline, berangkat
menuju kerajaan pangeran Henry.
Setelah berjalan beberapa lamanya, putri Anne mulai merasa haus, maka dia memanggil Aline. "Aline! Isilah gelas emasku dengan air sungai. Aku merasa haus," kata putri Anne. "Jika kamu haus," kata Aline, "turunlah dari kudamu dan ambil sendiri minummu. Aku tidak mau jadi pelayanmu" Maka putri Anne turun dari kudanya dan membungkuk di tepi sungai untuk minum, karena dia tidak diijinkan untuk minum di gelas emasnya. "Oh Tuhan," keluhnya. Lalu ketiga tetes darah sang ratu menjawab keluhannya:
"Seandainya sang
Ratu mengetahui,
beliau pasti kan sakit hati."
Tapi
putri Anne tetap bersabar. Dia tidak berkata apa-apa dan hanya menepuk Falada
untuk meneruskan perjalanan. Mereka telah berjalan beberapa mil jauhnya
ketika putri Anne kembali kehausan. Memang saat itu cuaca lumayan panas. Maka
ketika melewati sebuah sungai, putri Anne kembali berkata pada Aline:
"Aline! Isilah gelas emasku dengan air sungai. Aku merasa haus," kata putri Anne. Tapi Aline tetap menjawab dengan sinis: "Jika kamu haus," kata Aline, "turunlah dari kudamu dan ambil sendiri minummu. Aku tidak mau jadi pelayanmu" Maka putri Anne kembali turun dari kudanya, membungkuk di tepi sungai untuk minum, karena dia tidak diijinkan untuk minum di gelas emasnya. "Oh Tuhan," keluhnya. Lalu ketiga tetes darah sang ratu menjawab keluhannya:
"Seandainya sang
Ratu mengetahui,
beliau pasti kan sakit hati."
Ketika
dia sedang membungkuk, sapu tangan yang berisi tiga tetes darah ratu terjatuh
ke sungai dan hanyut tanpa disadarinya. Hal tersebut dilihat oleh Aline.
Aline tahu tanpa sapu tangan itu putri Anne tidak punya kekuatan lagi. Timbul
niat jahat di hatinya untuk menguasai putri Anne.
Maka
ketika putri Anne hendak menaiki Falada, Aline menghadangnya dan berkata:
"Aku yang lebih cocok menunggangi Falada, berikan dia padaku. Dan kamu bisa pakai kudaku." Pelayan yang jahat itu memaksa putri Anne menukar pakaian kerajaannya dengan pakaian yang dipakainya dan mengancam akan membunuh putri Anne jika dia mengatakan kejadian ini pada pangeran Henry.
Mereka
meneruskan perjalanan, sampai akhirnya tibalah di kerajaan pangeran Henry.
Mereka disambut dengan meriah. Pangeran Henry segera datang menghampiri Aline
yang dia sangka adalah tunangannya, dan membawanya masuk ke dalam istana.
Sementara putri Anne terpaku di luar istana. Secara kebetulan Raja sedang
memandang keluar jendela dan melihat seorang gadis berdiri di luar istana.
Raja melihat bahwa gadis tersebut sangat anggun dan cantik meski gaun yang
dipakainya terlihat usang.
"Siapa gadis itu?" tanya raja. "Oh, saya bertemu dengannya di jalan dan saya ajak dia untuk menemaniku. Jika paduka berkenan, berilah dia pekerjaan," sahut Aline. Raja tidak tahu apa pekerjaan yang cocok untuk gadis secantik putri Anne, maka raja pun berkata: "Mungkin dia bisa membantu Conrad untuk mengembalakan itik."
Meski
Aline puas karena bisa menjauhkan pandangan pangeran Henry dari putri Anne,
tapi dia tetap khawatir rahasianya akan terbongkar mengingat Falada, kuda
tunggangan putri Anne bisa berbicara dan dapat membocorkan rahasianya. Dia
mencari akal untuk menyingkirkan kuda tersebut. Dia berkata kepada pangeran:
"Pangeran, bolehkah aku meminta tolong padamu?" "Dengan senang hati," jawab pangeran. "Bunuhlah kuda tungganganku, karena saat perjalanan kemari dia telah melukaiku," katanya.
Pangeran
lalu memerintahkan seorang algojo untuk memenggal kepala Falada sampai kuda
yang malang itu tewas. Berita kematian Falada sampai juga ke telinga putri
Anne yang segera mendatangi algojo dan memohon kepadanya:
"Wahai algojo, ijinkan aku menukar kepala Falada dengan segenggam emas." "Baiklah," jawab algojo. "Apa yang harus kulakukan dengan kepala kuda ini?" "Gantungkanlah di pintu gerbang istana, sehingga aku bisa memandangnya setiap kali aku melewatinya," pinta putri. Algojo setuju dan melaksanakan permintaan putri Anne.
Setiap
pagi saat dia dan Conrad melewati pintu gerbang sambil menggiring itik-itik
dia akan berkata kepada kepala Falada: "Halo Falada!"
Dan kepala Falada akan menjawab: "Halo tuan putri, betapa pucatnya dirimu. Seandainya sang ratu tahu, hatinya pasti akan terluka."
Setiap
hari Putri Anne dan Conrad menggembalakan itik di desa-desa sekitar kerajaan.
Saat itik-itik itu mencari makan, putri Anne melepas lelah. Dia akan melepas
ikatan rambutnya yang panjang dan bersinar. Begitu indahnya sampai-sampai
Conrad ingin memegangnya. Berbisiklah putri Anne kepada angin:
Bertiuplah wahai angin
yang semilir
Terbangkanlah topi Conrad kesana kemari Buatlah dia jauh berlari Hingga rambutku kembali rapi Dan bisa kuikat kembali!
Tiba-tiba
bertiuplah angin yang menerbangkan topi Conrad sehingga dia harus berlari
mengejarnya. Dan ketika kembali, putri Anne telah selesai mengikat rambutnya.
Conrad kecewa karena tidak bisa memegang rambut putri Anne, maka seharian itu
dia tidak mau mengajaknya berbicara. Dan ketika sore datang mereka menggiring
itik-itik kembali ke istana. Hal itu berlangsung berhari-hari, sampai suatu
hari Conrad tidak tahan lagi dan mengadu pada raja:
"Saya tidak tahan lagi menggembala itik dengan gadis itu," katanya. "Tapi kenapa?" tanya raja. "Oh karena dia membuatku jengkel sepanjang hari," kata Conrad. "Apa yang membuatmu jengkel?" tanya raja. "Pada pagi hari saat kami melewati gerbang, dimana tergantung kepala seekor kuda, dia akan menyapanya dan kuda itu akan menjawab: "Halo tuan putri, betapa pucatnya dirimu. Seandainya sang ratu tahu, hatinya pasti akan terluka."
Lalu
Conrad menceritakan bagaimana putri Anne berbisik pada angin dan angin akan
menuruti permintaannya. Raja memerintahkan Conrad untuk tetap menggembala
itik bersama putri Anne, sementara raja akan menyelidiki kebenaran cerita
tersebut.
Maka
esok paginya raja berdiri di balik pintu gerbang menunggu Conrad dan putri
Anne lewat. Raja mendengar sendiri bagaimana putri Anne menyapa kepala Falada
dan kepala kuda itu menjawabnya. Raja juga melihat sendiri putri Anne
berbisik pada angin dan angin tersebut membuat Conrad berlari kesana-kemari
mengejar topinya yang diterbangkan angin.
Sore harinya raja memanggil putri Anne dan bertanya mengapa dia melakukan hal tersebut. "Saya tidak akan mengatakannya pada siapa pun, karena saya telah bersumpah dan mungkin jiwa saya akan terancam," kata putri Anne. Putri Anne tetap menolak bercerita meski raja telah memaksanya. Maka raja berkata: "Baiklah, jika kau tidak mau menceritakannya padaku. Kau bisa bercerita pada dinding disana, maka kau tidak melanggar sumpahmu dan bebanmu akan berkurang." Lalu raja meninggalkan putri Anne sendiri. Namun diam-diam raja pergi ke belakang dinding.
Putri
Anne lalu mengeluarkan sakit hatinya kepada dinding, katanya:
"Di tempat asing ini aku terdampar, padahal dulu aku adalah putri raja, dan pelayanku merampas mahkotaku, juga tunanganku. Sementara aku harus menggembala itik sepanjang hari. Oh, seandainya ibuku tahu, hatinya pasti akan terluka." Raja keluar dari persembunyiannya dan membawa putri Anne ke istana. Raja menyuruh beberapa pelayan untuk mendandani putri Anne hingga terlihat sangat mempesona. Lalu raja memanggil pangeran Henry dan menceritakan kejadian tersebut.
Malamnya,
raja mengundang beberapa tamu, putri palsu Aline dan putri Anne untuk makan
malam. Putri Anne duduk di samping kanan pangeran Henry, sementara Aline di
samping kirinya. Namun Aline tidak memperhatikan keberadaan putri Anne.
Setelah makan dan minum, raja betanya kepada Aline apa hukuman bagi seseorang
yang berkhianat dan merebut hak majikannya.
"Dia seharusnya ditelanjangi, dimasukkan ke dalam tong yang telah ditancapi paku-paku. Lalu dua ekor kuda menyeretnya keliling kota sampai pengkhianat itu mati," katanya. "Itulah hukuman untukmu!" kata raja. "Kau telah memutuskan sendiri hukuman apa yang pantas bagi pengkhianat sepertimu," kata raja.
Maka
Aline pun menerima ganjaran atas perbuatannya. Sementara itu putri Anne dan
pangeran Henry akhirnya melangsungkan pernikahan mereka. Dan mereka hidup bahagia
selamanya.
(SELESAI)
|